#storytime #throwback
Entah kenapa setiap bulan Ramadhan, malamnya terasa lebih panjang. Mungkin karena pada malam hari masih banyak yang berkegiatan di luar rumah, dibandingkan dengan bulan lain.
Sama seperti saat itu di belahan bumi bagian utara. Ramadhan jatuh pada musim panas, sehingga matahari hanya tenggelam selama kurang lebih 4 jam. Meski demikian, malamnya masih terasa hidup.
Pukul 10 malam, hidangan buka puasa baru bisa disantap. Tiap urat di badan semua menuntut diberi nutrisi dan disegarkan kembali. Yah atau mungkin emang nafsu yang sudah ditahan kadang menjadi kelepasan, akhirnya hidangan diselesaikan dengan kilat.
Hari itu akhir pekan, tak ada keharusan berangkat pagi esok harinya. Mau berselimut saja tidak akan ada yang protes. Tapi malamnya musim panas itu menyenangkan—apalagi bulan Ramadhan. Aku ingin keluar malam itu.
Shalat tarawih berjamaah tak selalu kulakukan di Ramadhan itu. Jauh dan sudah terlalu larut malam, transportasi akan lebih sulit. Kecuali Jumat malam saat itu, transportasi akan selalu ada sampai cukup larut— karena penduduk lokal memiliki “jadwal” berkumpul dan bersosialisasi pada malam sebelum akhir pekan.
Lepas Maghrib munfarid di kamar kosan, bergegas aku berpakaian untuk keluar rumah. Sekali-kali mengejar tarawih di masjid! Aku berjalan menuju stasiun, yang kurang lebih 10 menit dari kos. Malamnya musim panas itu enggak gelap gulita, hanya membiru tua. Udaranya tidak panas, tetapi juga tidak begitu dingin.
Dari stasiun Bergshamra naik jalur merah, harus pindah ke jalur hijau di Gamla Stan—lebih mudah dibanding di T-Centralen yang harus pindah lantai. Dari jalur hijau kemudian keluar di Medborgarplatsen.
Medborgarplatsen adalah sentra keramaian di malam Sabtu. Letaknya ada di Sodermalm, daerah paling hipster se-Stockholm. Banyak club ngehits di sana. Syukurlah buat saya yang keluar sendirian pukul sebelas malam, suasana masih hingar bingar, jadi nggak takut!
Stockholms moskee letaknya di antara gedung-gedung 3 lantai. Penampilannya biasa aja, nggak ada yang heboh. Kalau sholat di sana, didominasi saudara-saudara dari Somalia. Aku nggak ingat ada khutbah.. atau karena aku datangnya mepet? Waktu itu langsung sholat aja.
Sholat selesai sekitar tengah malam, pukul 12. Lagi-lagi ketika turun ke stasiun nggak ngerasa serem alhamdulillah. Stasiun masih ramai, kadang ada teriakan orang mabuk, tapi santai aja. Walau sudah tengah malam, nggak ada rasa kantuk, karena sudah merasa re-fresh dari sholat berjamaah, dan merasa selalu ditemani sepanjang perjalanan. Alhamdulillah for the lovely summer nights.
Mengingat Stockholm dari Jogja, tadinya cuman mau bikin status, gara-gara kopi eh jadi blog.
Leave a Reply