Seusai tes iBT, saya sudah menduga nilainya akan kurang maksimal. Dan benar saja, masih berada di bawah batas minimal sekolah ke Eropa. *sigh*
Mau nggak mau saya harus tes lagi. Kemudian saya mulai membuka-buka lagi buku tes TOEFL milik Fajar untuk belajar. Padahal yang punya sampai sekarang belum memanfaatkan buku tersebut, hahaha (piss jar). Nah salah satu kesalahan saya lagi adalah nggak segera ndaftar tes lagi, karena masih belum pede. Ternyata eh ternyata jadwal tes di Jogja lagi penuh-penuhnya, nggak IELTS, nggak iBT. Yang terdekat ternyata IELTS pada tanggal 5 Januari. Bagaimana ini? Masa saya harus banting stir ke salah satu testnya yang nggak tau formatnya seperti apa, bisa-bisa saya kacau lagi seperti di iBT kemarin.
Sebelumnya saya sempet ngobrol sama Tatha, mbak dosen muda di FT yang juga lagi nyari sekolah. Tatha bercerita kalau ke Eropa sebaiknya IELTS, karena batas nilai yang menjadi syarat tidak terlalu tinggi, sementara nilai iBT yang yang dipersyaratkan cukup tinggi. Sementara kalau ke Amerika, iBT yang dipersyaratkan cukup rendah sementara IELTS nya tinggi. Wahhh ini.. ternyata ada tendensi. Saya belum survey terlalu mendalam, tetapi memang benar, untuk Eropa biasanya syarat IELTS 6.5 dan iBT 90 seperti ini. Sementara Amerika mensyaratkan IELTS 7 dan iBT 80 seperti ini. (Note: ini hanya survey terbatas beberapa universitas saja). Nah, berhubung target saya kebanyakan di Eropa (Amerika beasiswanya dikit sih) bismillah deh, saya ambil IELTS aja. Toh iBT saya bisa jadi masih kepake kalo kali-kali mau ke Amerika, hehe. Harganya US$ 220 jika tes di IDP Yogyakarta, dan US$ 195 jika tes di Real English (tapi sepertinya ada plus biaya admin 200 ribu rupiah).
Wahhh ini.. ternyata ada tendensi. Saya belum survey terlalu mendalam, tetapi memang benar, untuk Eropa biasanya syarat IELTS 6.5 dan iBT 90 sepertiย ini. Sementara Amerika mensyaratkan IELTS 7 dan iBT 80 sepertiย ini.
Tidak mau mengulangi “kekagetan” seperti di tes iBT, saya putuskan untuk tes TOEFL ITP juga buat pemanasan. Itung-itung melengkapi sertifikat, haha.. karena ITP saya udah expired juga. Oke, saya daftar ITP tanggal 29 Desember.
ITP sendiri buat yang kuliah di UGM pasti at least sudah pernah merasakan ujiannya saat awal masuk kuliah. Jadi saya nggak akan bahas banyak yaa.. ITP terdiri dari listening, structure dan reading. Untuk listening percakapannya relatif pendek-pendek, tetapi cukup banyak makna implisit yang dicari, seperti idiom. Structure juga mudah tetapi sedikit tricky, tidak hanya mencari struktur yang benar, tetapi juga melihat konsistensi kalimat. Reading juga cukup mudah, nggak sepanjang iBT sih materi readingnya, dan jawabannya pun mudah dicari. Waktu yang disediakan memang pas banget, nggak bisa berlama-lama tapi cukup efektif karena total hanya 2.5 jam waktu ujian. Gak kaya iBT yang 4 jam tanpa break.. upsย
Kemudian selain pemanasan di ITP, saya latihan IELTS dengan meminjam buku dari Damara ga modal banget sih bukunya minjem semua. Buku latihan ini berbeda sekali dengan buku latihan iBT. Tidak ada kategorisasi listening, reading, writing, speaking, tetapi lebih dikelompokkan per topik. Misalnya topik hobbies and pasttime. Di dalamnya terdapat materi listening, reading, writing, dan speaking terkait dengan topik tersebut, tapi nggak semua formatnya sama, benar-benar dibuat sesuai konteks dan sesuai kenyataan. Wow, dari latihannya saja bisa dilihat bahwa IELTS lebih manusiawi, lebih menekankan untuk belajar bahasanya, bukan belajar untuk ujiannya.
5 Januari pun tiba. Tes dimulai jam 9 pagi, sementara kami harus datang pukul 8. Tes dilakukan di dalam kelas, ย instruksi dibacakan oleh pengawas. Sesi pertama yaitu listening. Di sesi listening ini ada kesempatan untuk membaca soal terlebih dahulu. Percakapannya panjang, tetapi jawaban yang dicari sudah diurutkan dengan percakapan tersebut, sehingga cukup mudah. Lalu jawabannya bukan pilihan, tetapi harus kita tulis utuh setiap katanya. Nah disini ada tantangan mencerna materi kemudian menuliskannya dengan spelling yang tepat. Selain spelling, ada soal yang isinya mengeja angka, biasanya agak cepat menyebutnya, jadi harus dipastikan langsung dicatat nomornya. Oya soal aksen, memang lebih ke British, tetapi percakapannya menurut saya cukup pelan dan jelas, sehingga aksen bukan suatu masalah besar. Dibandingkan dengan iBT, di IELTS nggak ada percakapan yang terlalu panjang. Toh kita udah lihat soalnya, jadi udah bisa mengantisipasi informasi apa yang harus dicari.
Kemudian sesi reading, terdapat sekitar 3-4 bacaan. Yang menyenangkan adalah bacaannya dicetak dengan huruf yang cukup besar dengan spasi yang nyaman. Jenis soalnya juga nggak semua pilihan ganda, tetapi ada isian utuh per kata, mencari inti paragraf, dan juga pertanyaan True/False/Not Given. Di sini kita harus benar-benar memahami soal sebelum menjawab. Secara umum saya rasa soal-soalnya lebih memancing pemikiran analitik. Waktu yang disediakan pas banget. Jika dibandingkan dengan iBT, kita bisa merasakan berapa soal yang belum dikerjakan, berapa waktu yang tersedia, dan ada yang ngingetin kalo kurang 10 menit ato 5 menit! Ini penting banget, hehe.
Selanjutnya sesi writing. Di sini juga hanya ada dua soal, yang satu memberikan penjelasan dari grafik dan satu lagi menulis bebas. Untuk interpretasi grafik kita ga boleh terlalu detail, tetapi memberikan tren-tren utama yang terjadi dan nggak boleh menulis sesuatu yang menduga-duga, harus stick to the facts. Untuk menulis bebas juga harus dipahami soalnya, diperhatikan lingkup topiknya, jangan sampai ada yang nggak dimasukkan, padahal disebutkan di soal. Nah kalau writing lebih enak iBT karena lebih enak nulis pakai komputer. Kapan coba terakhir nulis artikel di atas kertas? Hehe.. pasti banyak coret-coretannya. Di sini pentingnya planning sebelum menulis. Tapi tetep aja, untuk benerin struktur kalimat harus hapus sana sini..ย
Tiga sesi diatas menghabiskan waktu sekitar 3 jam, dari jam 9-12. Nah, speakingnya belum nih. Karena speakingnya dilakukan dengan native speaker, jadi harus gantian. Sudah ada jadwalnya untuk masing-masing orang. Nah yang bikin terharu adalah ada waktu istirahat 30 menit, baru ujian speaking. Itu pun kalau dapat jadwal belakanagan boleh nanti-nanti datangnya. Waa.. seneng banget bisa sholat dan makan siang dulu sebelum ujian lagi.
Sesi speaking setiap orang diberi jatah 15 menit. Saya udah pede banget waktu itu, udah excited bertemu dengan native speaker. Eh ternyata si native speaker ini memberi instruksi dan pertanyaan dengan nada dan wajah datar banget.. Awalnya diberi pertanyan-pertanyaan singkat seperti nama, tinggal dimana, dan lain-lain. Soal seperti ini cukup dijawab straight to the point saja. Kemudian kita diberi sebuah topik dan pertanyaan. Kebetulan saya ditanya iklan apa yang terakhir bikin kamu membeli sesuatu. Karena lemot dan susah mengingat, saya ngawur aja njawabnya, toh yang dilihat bahasanya. Diberi waktu sekitar 1 menit untuk mempersiapkan jawabannya, untuk jawaban sepanjang 1-2 menit. Di sini perlu diperhatikan detail soalnya. Kamu harus menjelaskan kapan melihat iklan tsb, dimana, dan bagaimana. Jangan sampai nggak jawab salah satunya ya.. Selanjutnya akan ada pertanyaan-pertanyaan seputar topik tersebut yang mana jawabanmu harus cukup panjang, jangan terlalu straight to the point. Oya jangan takut memberikan pertanyaan kalau ada yang kurang jelas.
Alhamdulillah selesai juga IELTSnya, saya berharap semoga nilainya lebih baik daripada iBT. Walaupun saya lebih pede di IELTS tapi belum tentu juga dapat nilai lebih bagus.
Jadi untuk yang sedang akan ujian bahasa inggris saran saya dilihat lagi kebutuhannya, untuk syarat apa/ke mana. Kemudian untuk latihannya jangan lupa pelajari teknis ujian dengan sebaik-baiknya. Untuk sesi writing dan speaking butuh latihan dari jauh-jauh hari, yang begini ga bisa tiba-tiba bisa. Kalo ada simulasi-simulasi, itu bagus banget untuk diikuti. Persiapkan fisik, jangan sampai kelaperan saat ujian. Saat ujian usahakan benar-benar fokus. Dan.. saya sarankan ambil IELTS saja daripada iBT *kabuuuur :p
Leave a Reply